
Maikel Hembring, Daniel Waricu dan Anderson Hembring bersama kawan-kawannya di Perkumpulan Grime Papua (PGP), baru saja pulang dari Kampung Omon Distrik Gresi Selatan Kabupaten Jayapura. Mereka berjalan kaki selama 7 jam menembus hutan belantara untuk keluar dari Kampung Omon dan tiba di Kampung Bangai, tempat mereka menitipkan kendaraan.
Lelah sudah pasti, tapi lelah itu terbayarkan dengan kebahagiaan dan sukacita, karena mereka berhasil menginjakan kaki di salah satu kampung terpencil di Kabupaten Jayapura, yang dihuni suku Elseng, salah satu suku terasing di Tanah Papua, yang tidak mudah dijangkau oleh semua orang.
“ Kampung Omon adalah salah satu kampung dari enam kampung di Kabupaten Jayapura yang kami pilih untuk melakukan pemetaan potensi,” ujar Maikel Hembring selaku Ketua PGP saat ditemui di Kampung Kuipons Distrik Nimboran Kabupaten Jayapura, Rabu(25/5/2022).
Secara administratif pemerintahan, kata Maikel, Kampung Omon masuk dalam wilayah Pemerintahan Distrik Gresi Selatan Kabupaten Jayapura. Sementara lima kampung lainnya yang menjadi target pemetaan PGP adalah Kampung Sermai Atas Distrik Namblong, Kampung Kwansu Distrik Kemtuk, Kampung Repangmuaib Distrik Nimbokrang, Kampung Sawesuma Distrik Unurumguai dan Kampung Bundru Distrik Yapsi.
“Target kami adalah mendorong Peraturan Kampung untuk melahirkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kampung (RTRWK) dan peta potensi dari masing-masing kampung,” jelas pemuda berusia 27 Tahun ini.
Maikel yang juga kelahiran Genyem ini menjelaskan, latar belakang lahirnya inisiatif untuk melakukan pemetaan potensi dan RTRWK pada 2022, karena selama ini rancangan tata ruang yang disusun oleh pemerintah provinsi bersama pemerintah kabupaten tidak melibatkan masyarakat kampung, padahal mereka yang lebih paham potensi yang ada di kampungnya.
Orang dari luar mungkin hanya melihat dari citra satelit dan mengira-ngira, sementara masyarakat kampung, mereka tahu persis di mana dusun sagunya, dimana tempat mereka berkebun, tempat berburu dan tempat penting lainnya.
Dengan melibatkan masyarakat kampung setempat dalam pemetaan potensi ini, diharapkan muncul inisiatif dari masyarakat kampung sendiri,untuk memutuskan apa yang layak dikembangkan di kampungnya.
“Dari pemetaan potensi yang kami lakukan, ada tiga kampung yang menurut kami memiliki potensi pengembangan ecowisata, yaitu Kampung Sawesuma, Kampung Bundru dan Kampung Omon,” ujar Maikel.
Dimana hutan di ketiga kampung ini diketahui sebagai rumah bagi Burung Cenderawasih. Bahkan merupakan bagian dari destinasi wisata burung cenderawasih yang digagas Alex Waisimon di Kampung Repangmuaib.
“Pa Alex (Wasimon) juga sudah membangun menara pemantauan burung cenderawasih di hutan ini.
Dari ketiga kampung itu, lanjutnya, Kampung Omon yang benar-benar terisolir dari geliat pembangunan, sehingga hutannya terlihat primer dan dengan mudah melihat satwa dari jarak dekat.
“Sepanjang jalan menuju ke kampung Omon, kita masih menemukan pohon-pohon dengan diameter besar, kita bisa menemukan burung kasuari yang berlalu lalang, juga rusa yang lagi minum air, melihat burung cenderawasih dan mendengar suara burung begitu dekat dan bervariasi,” jelasnya.
Selain itu, warga penghuni kampung Omon diketahui merupakan suku Elseng yang masih sangat nomaden, yang hidupnya selalu berpindah-pindah tempat, masih memakai cawat dan belum bisa berbahasa Indonesia.
“ Warga Kampung Omon umumnya belum bisa berbahasa indonesia, sehingga saat melakukan pertemuan dengan masyarakat di kampung itu, kami dibantu oleh seorang penerjemah,namanya Pa Yapef,” tandas Maikel.
Maikel menjelaskan, jumlah jiwa di Kampung Omon yang terdata sekitar 80 jiwa, tapi yang ditemui di kampung hanya sekitar 20 orang. “ Mereka (suku Elsang) yang memilih hidup dengan cawat, ketika dengar ada orang baru yang datang, pagi-pagi sekali mereka sudah pergi masuk ke hutan, jadi kami tidak sempat menemui mereka,” tandas Maikel.
Saat ini Maikel dan kawan-kawannya di PGP tengah melakukan persiapan untuk membuat pertemuan di tingkat Distrik dalam rangka membahas Rancangan Peraturan Kampung yang sudah dibuat. “ Draft nolnya sudah ada, tinggal dibahas di tingkat Distrik untuk pengesahannya. Diharapkan pada Juli 2022, draft ini bisa tuntas dan disetujui oleh pemangku kepentingan pada enam kampung ini,” jelasnya.
Bila Rancangan Peraturan Kampung dan RTRW Kampung yang digagas dan dikerjakan oleh PGP selaku lembaga swadaya masyarakat lokal ini dapat berjalan mulus hingga pengesahan, maka ini akan menjadi dokumen penting bagi Pemerintah Kabupaten Jayapura, bahkan bisa jadi model untuk diikuti oleh kampung-kampung lainnya di Kabupaten Jayapura.*