Twitter Instagram

Harta Terpenting Orang Papua Adalah Hutan

Alex Waisimon di Kampungnya Rhepang Muaif, Nimbokrang Kabupaten Jayapura. Alex telah mendapat sejumlah penghargaan karena menjadi inspirasi bagi banyak orang. Penghargaan yang diperoleh antara lain, Kalpataru 2017, Kick Andi Heroes 2017 dan Gelar Pahlawan Keragaman Hayati Asean atau The Asean Biodiversity Heroes dari Asean Center for Biodiversity (ACB) 2017. (Foto : Abe Yomo)

Tanah Papua diibaratkan seperti wanita yang siap didandan, karena sudah cantik. Potensi alamnya luar biasa, bahkan mengalahkan hutan Amazon. Walaupun kaya akan potensi alam, namun pengelolaannya masih sangat terbatas, terutama untuk pengembangannya. Demikian pandangan Alex Waisimon, pelaku Ekowisata Papua yang lahir di Nimbokrang, salah satu kampung di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua

Pemilik Isyo Hills Bird Waching di Nimbokrang ini mengatakan salah satu harta terpenting dan paling mahal yang dimiliki Tanah Papua adalah Hutan. Ia mengibaratkan Hutan yang dimiliki orang Papua seperti Bank Digital yang menyimpan uang, hanya dengan sekali gesekan, uang berada dalam genggaman. Pendapat Alex Waisimon ini serupa dengan pernyataan Jungle Chiefnya Indonesia, Charles Toto ( Cato ) yang mengatakan Hutan Papua seperti sebuah swalayan paling megah atau Pasar Raya termegah yang gratis. Orang Papua tidak perlu mengeluarkan uang untuk mengambil makanan, semua makanan yang tersedia di hutan papua diperoleh secara gratis.

Menyadari hal itu, Alex Waisimon yang hidup puluhan tahun sebagai pelaku wisata di Bali, mengambil keputusan untuk pulang kampung. Selain karena prihatin dengan keterbelakang kampungnya, tapi juga ada keterpanggilan untuk menyingkap rahasia kekayaan alam di kampungnya, yang sebenarnya ada di depan mata, tapi orang di kampung tidak menyadarinya.

“Di kampung kami ambil  kayu bakar tidak bayar. Ambil babi satu ekor gratis. Hanya ke belakang rumah, kita sudah dapat makanan. Seperti ini mau dapat di dunia mana? Hanya ada di Papua. Di dunia lain semua harus bayar. Hanya sekarang kembali ke kita kembali setiap pribadi orang papua,  bagaimana mengembangkan tempat ini menjadi berguna dan bermanfaat buat keluarga, anak- anak, cucu-cucu dan generasi papua berikutnya,” kata Alex Waisimon yang juga pernah meraih penghargaan Kalpataru dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Alex berpesan, Pemerintah daerah, khususnya dinas terkait untuk aktif. Harus menjadi penggerak dan menjadi jembatan untuk mengajak seluruh warga Papua bergerak bersama mengembangkan potensi yang ada di sekitar kampungnya, membangun ekonomi kampung melalui pariwisata, sehingga orang Papua cepat bangun dari tidurnya dan menyadari bahwa mencari kesejahteraan tidak perlu jauh-jauh, kesejahteraan itu ada di depan mata, kesejahteraan itu ada di belakang rumah, kesejahteraan itu ada di hutan kita.

Alex Waisimon lahir di Nimbokrang, 19 September 1968. Dua tahun kuliah di Univ. Satyawacana Semarang dan Berjodoh dengan perempuan jawa asal malang di Bali lalu dikaruniai 4 orang anak. Pengalaman kerja di Red Cross Asia Pasific, International Labour Organization, koki di Restoran Italia di Hamburg sampai pemandu wisata di Bali, jadi bekal saat memutuskan pulang ke Papua pada 2014.

Dari Kampung Rhepang Muaif di Nimbokrang Kabupaten Jayapura, Alex berhasil menyediakan mata pencaharian bagi masyarakat melalui ekowisata. Ia telah membuktikan bahwa Papua bisa didorong maju lewat ekowisata, dan memetik manfaat dari hutan tanpa merusak dan memastikan generasi mendatang akan menikmati hal yang sama seperti yang dilihat saat ini, yaitu hutan dan keragaman hayatinya tetap terawat.

Di hutan seluas 200 hektar itu, dia dirikan spot-spot untuk mereka yang tertarik menyaksikan langsung cenderawasih di habitat aslinya.

Alex telah membangun kesadaran warga bahwa merusak hutan, menangkap dan membunuh Cenderawasih untuk diperjualbelikan adalah sebuah kesalahan yang malah merusak identitas Papua.

Atas upaya yang dilakukannya, Alex kemudian mendapat penghargaan Kalpataru 2017, Kick Andi Heroes 2017 dan Gelar Pahlawan Keragaman Hayati Asean atau The Asean Biodiversity Heroes dari Asean Center for Biodiversity (ACB) 2017. *)

Penulis : Abe Yomo