Twitter Instagram

In Memorium Ronald George Petocz: Pejuang Konservasi Modern Tanah Papua

Ronal George Petocz

Akhir tahun 2021, penggiat konservasi dunia dikagetkan dengan berita duka kepergian dua penggiat konservasi dunia. Adalah Thomas Eugene Lovejoy III, yang lahir pada tahun 1941 di Amerika dan meninggal tepat pada tanggal 25 Desember 2021, adalah seorang ekolog yang banyak bergerak di bidang konservasi. Pernah memimpin berbagai program konservasi biologi, termasuk proyek minimum critical area untuk konservasi. Dia termasuk salah satu ahli yang memperkenalkan mempromosi konsep biological diversity atau yang kita kenal keanekaragaman hayati pada tahun 1980.

Sehari sesudah kepergian Tom Lovejoy (begitu dia dikenal di komunitas penggiat konservasi dan biodiversitas), ada berita meninggalnya Edward  Wilson. Ed Wilson, lahir pada tahun 1929 dan meninggal 26 Desember 2021, adalah seorang ahli semut (mymeclogist) yang terkenal dari Universitas Harvard. Walaupun ahli semut, namun sama dengan Tom Lovejoy, Ed banyak bekerja di bidang konservasi dan merupakan salah pencetus konsep sociobiology dan konsep biodiversitas. Sociobiology adalah cabang ilmu yang mempelajari aspek sosial fauna, suatu gagasan yang cukup menarik pada saat itu. Bagi mahasiswa yang pernah belajar konservasi pasti pernah membaca buku “wajib” mata kuliah konservasi “The Theory of Island Biogeography” yang ditulis Ed bersama R. MacArthur dan diterbitkan oleh Princeton University Press pada tahun 1967. Buku ini menyampaikan teori bahwa jumlah spesies pada suatu pulau (atau hutan) tergantung pada luas pulau tersebut dan jarak pulau tersebut ke benua terdekat. Biasanya pulau berukuran besar dan berjarak dekat dengan benua akan memiliki spesies yang lebih banyak daripada pulau berukuran kecil dan terletak jauh dari benua. Gagasan ini menjadi dasar yang penting dalam penentuan luas minimum kawasan konservasi. Walaupun sangat terkenal dan sibuk, tetapi Ed Wilson (begitu panggilan akrabnya) selalu rendah dan suka sekali membantu kegiatan-kegiatan penelitian dan konservasi. Ed, dalam kesibukannya,  tetap saja bersedia membantu dalam proses penulisan buku The Ecology of Papua (yang diterbitkan oleh Periplus pada tahun 2007) termasuk menulis pengantar pada buku tersebut.

Khusus untuk kita di Tanah Papua, ada berita duka tentang meninggalnya Ronal George Petocz atau yang biasa dikenal Ron Petocz, pada tanggal  21 Februari 2022 di Bangkok. Sama seperti dua penggiat konservasi sebelum, Ron juga dikenal lewat berbagai buku dan laporan konservasi di Tanah Papua. Mungkin hampir semua mahasiswa kehutanan atau konservasi di Tanah Papua, pasti pernah membaca tulisan-tulisannya, termasuk buku “Conservation and  Development in Irian Jaya: A Strategy for Rational Resource Utilization”  yang diterbitkan oleh J. Brill pada 1984.

Perkenalan

Saya mengenal Ron sekitar akhir 1980, saat Ron memimpin proyek IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan WWF (World Wildlife Fund) dalam penyiapan perencanaan dan pengusulan kawasan konservasi di Papua. Waktu itu, Ron mencari beberapa mahasiswa dari Universitas Cenderawasih untuk membantu persiapan pengusulan kawasan konservasi di Papua, berdasarkan laporan FAO 1980. Ron adalah warga negara Amerika yang lahir berasal New Jersey, namun menghabiskan sebagian besar hidupnya di luar negeri, terutama di Asia Tenggara. Setelah memperoleh gelar doktor dari Universitas Alaska, Ron sempat bekerja di Universitas Calgary, Kanada. Proyek konservasi pertama yang diurusnya Tingkah Laku dan Konservasi Kambing Gunung di Afghanistan. Sayang sekali sesudah penyusunan rencana pengelolaan disusun, Ron harus “terusir” dari Afghanistan karena invasi Rusia. Semua rencana dan kegiatan pelestarian kambing gunung pun berhenti dan Ron harus kembali ke Amerika. Namun, nasib baik membawanya ke Jayapura. Dia ditunjuk sebagai Proyek Nasional FAO (National Conservation Plan for Indonesia. Vol. VIII: Maluku and Irian Jaya), IUCN-WWF dan didanai UNDP FAO untuk memulai kegiatan pelaksanaan konservasi di Papua.  Ada beberapa dosen dan teman mahasiswa akhirnya terlibat langsung dalam proyek ini.Tugas utama pada saat itu membaca semua laporan hasil-hasil penelitian ekologi dan taksonomi yang dilakukan di Tanah Papua maupun di Papua New Guinea, terutama takson burung dan mamalia. Ini adalah usaha awal menyiapkan informasi awal tentang ekologi dan keanekaragaman hayati Papua sebagai bahan utama pengusulan dan pengelolaan kawasan konservasi. Walaupun tugasnya sangat berat karena harus membaca dengan saksama hasil penelitian dalam bahasa Inggri, saya juga harus mengerti (membaca) biogeografi Pulau New Guinea, ekologi, dan berbagai kegiatan penelitian yang pernah dilakukan di sini, termasuk kegiatan penelitian oleh Alfred Rusel Walacea, Archbold Expeditions dan lainnya. Karena kemampuan Bahasa Inggris dan pemahaman ekologi yang terbatas, saya banyak membuat kesalahan yang tidak perlu. Tetapi Ron dengan semangat bersedia menjelaskan kenapa kesalahan itu terjadi. Pada saat proyek, Kantor WWF di Angkasa Indah, Jayapura hanya memiliki 1 kursi dan 1 meja tulis dilengkapi mesin ketik Olivia yang panjang itu. Kami berdua, terpaksa harus bergantian menggunakan meja dan kursi yang tersedia demikian juga mesin ketik. Beruntung saya lebih banyak bekerja pada weekend di kantor Angkasa. Pada hari kerja biasa, selain harus kuliah, saya melaksanakan pekerjaan di rumah. Jumat dan Sabtu adalah waktu untuk memeriksa pekerjaan dan membahas kesalah-salahan yang terjadi.

Mentor Andalan

Saya bersyukur, walaupun Ron sangat tegas, teliti dalam membuat laporan dan agak keras, tetapi dia tetap sabar dan selalu memberikan kesempatan untuk saya dan teman-teman lain yang terlibat untuk belajar dan memperbaiki kesalah-kesalahan itu. Hasil pekerjaan ini, kemudian dilaporkan dalam Avifauna of Reserves in Irian Jaya dan Mammals of Reserve in Irian Jaya. Ron juga memperkenalkan saya pada beberapa ahli konservasi dan taksonomi spesies New Guinea yang terkenal. Sebut saja, Jared Diamond, John Mackinnon, Bruce Behleer, Geoff Hope dan hal ini yang mendorong saya untuk tetap bekerja di bidang konservasi, walaupun saat itu ada kesempatan untuk mengabdi di Uncen.

Pengalaman yang paling menarik dan tidak pernah akan dilupakan bersama Ron adalah ketika kami berdua melakukan survei lapangan selama dua bulan dengan berjalan kaki dan ditemani sekitar 20 porter dari Biologi (atau kita kenal dengan Intan Jaya sekarang) melalui New Zealand pass, ke Dataran Tinggi Kemabu (Kemabu Plateau), kemudian turun ke Lembah Danau-danau di Pegunungan Cartenz pada tahun 1984. Saya bisa melihat berbagai spesies burung dan mamalia yang selama ini hanya bisa dibaca atau dilihat fotonya di berbagai hasil penelitian yang harus dibaca. Ron menjadi mentor bagaimana menjadi seorang peneliti dan konservasi lapangan— yang harus tetap bekerja walaupun pada suhu sekitar 4-10 derajat Celcius — misalnya “keharusan” memeriksa mistnet pada malam hari atau subuh untuk memastikan agar fauna yang tertangkap tidak mati kedinginan dan kelaparan.

Terlempar dari Indonesia

Ternyata nasib Ron berbanding terbalik dengan hasil pekerjaan. Sama seperti pengalaman di Kabul, Aghawistan pada tahun 1980. Pekerjaan Ron di Papua terhenti, karena dia tidak mendapatkan lagi dukungan dari counterpart WWF saat itu. Persoalan ini terjadi karena Ron tidak dapat berkompromi dan memprotes sikap counterpart yang seharusnya membantu pelaksanaan konservasi, ternyata mendukung usaha-usaha pemanfaatan spesies (buaya dan kupu-kupu) yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan. Ron kemudian pindah ke Manila dan menjadikan kota ini homebase selama dia melakukan berbagai pekerjaan konservasi di Asia Tenggara. Walaupun terlempar dari Papua, Ron tidak pernah melupakan Papua dan teman-teman yang pernah dia kenal di sini. Secara reguler Ron selalu berkomunikasi dan bertanya mengenai keadaan dan kemajuan pelaksanaan konservasi di Papua.

Walaupun terlempar dari Papua, tetapi Ron tetap memperhatikan perkembangan konservasi dan pembangunan serta keadaan sosial-budaya di Papua. Kami selalu berkomunikasi secara reguler dan menanyakan perkembangan konservasi. Pada awal tahun 2018, Ron menyampaikan keinginannya untuk mendominasi koleksi buku dan jurnal ilmiah tentang New Guinea yang telah dikumpulkan bertahun-tahun. Buat saya ini merupakan salah koleksi mengenai keadaan alam, budaya dan sejarah serta sosial-budaya tentang New Guinea (Tanah Papua dan Papua New Guinea) yang paling lengkap. Setelah berusaha beberapa kali, dan berkat bantuan dari BP-Tangguh, akhir ribuan koleksi sudah tiba di Kampus Universitas Papua. Ron sangat berharap agar koleksinya dapat dibuat ruang khusus atau “reference” dalam perpustakaan Universitas Papua.

Sakit dan meninggal

Beberapa tahun belakang ini teman-teman dekat sudah mendengar bahwa Ron menderita sakit perut akut yang membuat dia harus pembatasan pada makanan tertentu. Pada awal 2019, lewat email Ron mengabarkan bahwa dia akan melakukan perjalanan untuk bertemu teman-temannya di Laos dan Kanada. Namun, nasib berkata lain pada berkunjung ke Luang Prabang, Laos, yang sedianya hanya beberapa hari sebelum ke Kanada. Namun,  Covid 19 melanda dunia dan semua rencana perjalanan dan penerbangan terganggu. Ron “tertahan” selama hampir 3 tahun di Laos dan itu juga merupakan perjalanan terakhirnya.

Seminggu sebelum Ron meninggal, dia masih sempat mengirim email menanyakan tentang pengelolaan koleksi dan perkembangan Pandemic di Papua. Namun, sayang sekali karena berbagai kesibukan email belum sempat dibalas. Ron juga sempat menggambarkan bahwa karena Covid sudah mereda, dia dalam waktu dekat akan melanjutkan perjalanannya ke Kanada. Namun, nasib berkata lain. Pada tanggal 21 Februari 2022, saya mendapat berita bahwa Ron telah meninggal dari salah teman. Jenazahnya kemudian didoakan dan dikremasi pada 28 Februari 2022 dan abunya dilarungkan di Sungai Mekong. Selamat jalan Ron…
(Yance de Fretes/Yayasan Konservasi Indonesia)