Twitter Instagram

Buah Matoa Berperan Dalam Pemenuhan Hidup Mama-Mama dari Kampung Nendali

Marthina Ohee (59) di tempat jualannya di pinggir jalan raya Sentani- Kampung Harapan, Rabu(14/9/2022). Berjualan buah Matoa, telah membantu dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. ( Foto : Abe Yomo)

Marthina Ohee (59) sudah sebulan terakhir ini berjualan buah Matoa di pinggir jalan raya Sentani- Kampung Harapan. Harga Matoa per kantongnya bervariasi, Rp 50 ribu dan Rp 100 Ribu. “ Kalau Matoa Kelapa satu kantong plastik kecil itu 100 Ribu, kalau Matoa Papeda itu harganya 50 ribu,” kata Mama Marthina Ohee, warga Kampung Nendali (Netar), Rabu(14/9/2022).

Buah Matoa yang dijual Marthina Ohee ini adalah buah Matoa yang dibeli dari Pantai Yahim dan Pasar Sentani atau dari para penjual Matoa yang berasal dari Kampung Kameyakha dan kampung-kampung di Sentani Barat, lalu dijual kembali dalam bentuk eceran. “ Kebetulan lagi musim di bagian sentani barat, jadi mama beli dari sana, baru jual lagi di sini,” ujar Marthina Ohee.

Dari hasil jualan itu, istri pensiunan polisi ini mampu meraup keuntungan antara Rp 500 Ribu – Rp 700 Ribu. Uang hasil jualan itu sebagian digunakan untuk membiayai 4 orang cucunya yang sekolah dan sebagian lagi untuk kebutuhan di dapur.

“ Kebetulan lagi musim Matoa, jadi mama jual Matoa. Nanti kalau musim habis, mama jual pinang, mangga atau jualan lainnya,” ucap Marthina Ohee yang dikaruniai dua orang anak, namun satu anaknya sudah lebih dahulu dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Seperti Marthina Ohee, Lisa Mehue (43) juga berjualan Matoa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Ibu yang memiliki tiga anak kandung dan dua anak asuh ini juga membeli Matoa di pasar Sentani, lalu menjual kembali di pinggir jalan raya. Jika musim Matoa habis, dirinya akan mencari usaha lain.” Biasanya jual pinang atau es. Kebetulan lagi musim Matoa, jadi mama jual Matoa,” kata Lisa Mehue, warga Kampung Nendali (Netar).

Selain Marthina Ohee dan Lisa Mehue, ada juga mama Adriana Yewi, Joice Kaigere dan Sopia Monim yang berjualan Matoa di tempat yang sama. Para ibu rumah tangga dari Kampung Nendali ini memilih jualan Matoa, karena sedang musimnya. Mereka membeli Buah Matoa itu dari pasar Sentani, lalu menjual kembali di pinggir jalan raya Sentani – Harapan. Usaha yang mereka lakukan, bukan saja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tapi adalah bagian dari cara mereka mempertahankan hidup agar terus berkelanjutan. Buah Matoa telah berperan dalam membantu mama-mama dari Kampung Netar itu untuk tetap hidup dan berkarya.

Dilansir dari media litbang pertanian Papua, Matoa merupakan tanaman buah yang menjadi identitas flora Papua, yang tersebar hampir di setiap daerah, diantaranya: dataran Seko (Jayapura), Wondoswaar-pulau Weoswar, Anjai Kebar, Warmare, Armina-Bintuni, Ransiki, Pami-Nuni (Manokwari), Samabusa-Nabire, dan pulau Yapen (Karyaatmaja dan Suripatty, 1997). Matoa dikenal dengan berbagai nama, yaitu Kasai (Kalimantan Utara, Malaysia, Indonesia), Malugai (Philipina), dan Taun (Papua New Guinea). Sedangkan nama daerah adalah Kasai, Kongkir, Kungkil, Ganggo, Lauteneng, Pakam (Sumatera); Galunggung, Jampango, Kasei, Landur (Kalimantan); Kase, Landung, Nautu, Tawa, Wusel (Sulawesi); Jagir, Leungsir, Sapen (Jawa); Hatobu, Matoa, Motoa, Loto, Ngaa, Tawan (Maluku); Iseh, Kauna, Keba, Maa, Muni (Nusa Tenggara); Ihi, Mendek, Mohui, Senai, Tawa, Tawang (Papua) (Dinas Kehutanan DATI I Irian Jaya, 1976 dalam Rumayomi, 2003).

Pometia pinnata Forst. umumnya tumbuh secara alami pada tanah-tanah datar bertekstur liat sehingga pada waktu hujan agak tergenang air. Buah yang bercitarasa campuran rambutan, lengkeng dan rambutan ini termasuk dalam keluarga rambutan-rambutanan (Sapindaceae). Pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian RI No. 160/Kpts/SR.120/3/2006 telah menetapkan Matoa sebagai buah unggul yang patut dibudidayakan. Masyarakat Papua umumnya melakukan penanaman Matoa melalui perbanyakan generatif dengan biji. Melalui perbanyakan ini, matoa akan bmulai berbuah pada umur 4-5 tahun. Matoa bisa diperbanyak dengan cara cangkok. Perbanyakan dengan cangkok menjadikan umur mulai berbuah menjadi relative singkat jika dibanding perbanyakan melalui biji, yakni umur 2-3 tahun. Seperti kebanyakan buah tropis lain, Matoa memiliki masa panen yakni pada bulan Oktober-Desember.

Selain buahnya dapat dikonsumsi, Matoa memiliki berbagai manfaat lain. Batang kayu Matoa dapat digunakan sebagai bahan bangunan konstruksi ringan, biji matoa dapat dijadikan bahan makanan, serasah daun matoa dimanfaatkan sebagai mulsa, kulit batang matoa dapat digunakan sebagai pewarna kain. Matoa juga digunakan dalam pengobatan beberapa penyakit. Kulit batang matoa dimanfaatkan untuk mengobati luka bakar dan bernanah mengobati demam, cacar ayam, sakit perut, diare, disentri, batuk, sembelit, penyakit tulang, otot dan sendi, sakit kepala, flu,diabetes dan bisul.

Masyarakat Papua membedakan matoa berdasarkan tekstur buah/salut biji (arillus). Matoa kelapa memiliki salut biji salut biji yang kenyal menyerupai selaput bagian dalam kelapa muda serta mudah lepas dari biji (nglontok) dengan diameter buah 2,2-2,9 cm dan diameter biji 1,25-1,4 cm. Matoa papeda memiliki salut biji yang lembek menyerupai kekenyalan dari papeda (makanan khas orang papua yang terbuat dari pati sagu) dan lengket dengan diameter 1,4-2,0 cm. Matoa Papeda banyak tersebar di bagian barat Papua (provinsi Papua Barat), sedangkan Matoa Kelapa lebih banyak tersebar di bagian tengah sampai timur Papua (provinsi Papua).

Matoa juga dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan warna kulit buahnya, yaitu Emme Bhanggahe (Matoa Kulit Merah), Emme Anokhong (Matoa Kulit Hijau) dan Emme Khabhelaw (Matoa Kulit Kuning).

BPTP Papua telah melakukan kegiatan karakterisasi pada beberapa aksesi matoa, diantaranya adalah yang tumbuh di kampung kampung Hebeaibulu, Kelurahan Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura. Matoa di kampung Hebeaibulu memiliki tinggi pohon 10-15 m. Batang bulat berkayu berwarna coklat tua. Daun berwarna hijau tua, berbentuk oblong dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing. Daun tebal dengan permukaan berkilau dan licin dengan tulang daun menyirip berwarna hijau. Buah berbentuk bulat lonjong, dengan warna hijau dan permukaan kulit buah licin. Buah tersusun dalam tangkai, dengan satu tangkai terdiri dari 10-25 buah. Panjang buah sekitar 3cm, dengan keliling sekitar 7-8 cm. Buah muda keras, setelah masak menjadi lunak ketika ditekan. Berat buah sekitar 35-45 gram. Rasa manis.(abe yomo)