Yayasan Intsia Papua yang didukung oleh Lembaga Masyarakat Adat Mamberamo Raya dan difasilitasi oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam ( BBKSDA) Wilayah Papua, saat ini sedang bekerja keras untuk mendorong perubahan status Kawasan Konservasi Suaka Marga Satwa Mamberamo Foja di Papua menjadi Taman Nasional.
Dasar usulan perubahan status kawasan ini adalah untuk memberikan ruang kelola bagi masyarakat adat, serta untuk mengantisipasi dinamika pembangunan yang terjadi saat ini dan ke depannya, terutama pada 12 kabupaten yang bersinggungan langsung dengan kawasan ini.
Yayasan Intsia mencatat, luasan SM Foja terluas berada di Kabupaten Mamberamo Raya, yang meliputi 5 Distrik, 22 kampung dengan 20.110 jiwa yang tinggal dalam kawasan ini, serta ada 14 suku yang mendiami SM Foja dengan komunitas terbanyak adalah suku Kawera.
Adapun 12 kabupaten yang berada di dalam atau bersinggungan langsung dengan kawasan konservasi Mamberamo Foja antara lain Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Puncak, Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Waropen.
Kawasan Suaka Marga Satwa Mamberamo Foja ini ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian 782/Kpts/Um/10/1982 dengan luas 1.018.000 Ha dan SK Menhut Nomor 820/Kpts/Um/11/82, menjadi 2.018.000 Ha. Luas terkini adalah 1.761.621 Hektar dengan 5 SK Pemantapan dan menempatkan SM Foja sebagai Suaka Margasatwa terluas di Indonesia.
Ditetapkannya wilayah Foja sebagai kawasan konservasi Suaka Marga Satwa, karena beberapa alasan, pertama ekosistim di wilayah ini adalah yang lengkap dan tinggi keanekaragaman hayatinya. Selain itu, memiliki deretan pegunungan van rest yang utuh,dataran rendah,rawa, danau hingga bakau. Bahkan terdapat sungai terpanjang yang di sebut sungai Mamberamo dari pertemuan 2 sungai besar dari pegunungan tengah dan utara yaitu Sungai Tariku & Taritatu serta banyak anak sungai lainnya yang bermuara ke laut Pasifik.
Kawasan ini memiliki Ekosistim rawa dan danau yang menjadi tempat berkembangbiak yang sangat cocok untuk buaya Crocodylus novaguinea dan Crocodylus porosus.Selain itu, memiliki beragam jenis flora dan fauna endemik.
Dalam acara pemutaran film Mamberamo Foja; Konservasi untuk Hidup, Sabtu(10/12/2022) di Jayapura, Board Yayasan Intsia, Roberth Mandosir mengatakan bahwa bicara tentang Mamberamo, itu bicara terkait cadangan, baik manusia, ketahanan pangan, energi , keanekaragaman hayati maupun masa depan.
“Roufaer, Idenburg, turun sampai ke hilir ke wilayah barat. Wilayah yang penuh dengan potensi yang sangat luar biasa, yang belum dikelola secara optimal. Di saat yang sama, berbagai kebijakan Internasional, nasional dan provinsi itu juga mulai diturunkan ke wilayah ini. Di Saat yang sama komunitas masyarakat di sana, mereka hidup dengan situasi apa adanya. Hari ini ambil, besok lagi pergi ambil. Hari ini makan habis, besok pergi lagi mencari. Lambat laun posisi masyarakat akan berada di luar ranah itu,” jelasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Roberth, Yayasan Intsia beberapa tahun belakangan ini melakukan berbagai kajian untuk menghasilkan dokumen yang meyakinkan dalam upaya mendorong Taman Nasional Mamberamo Foja. Dirinya berharap mendapat dukungan Pemerintah Pusat, khususnya KLHK, sehingga Taman Nasional Mamberamo Foja dapat terwujud dalam waktu dekat.
Direktur Yayasan Intsia Papua, Bastian Wamafma mengatakan bahwa upaya yang dilakukan bersama timnya cukup mendapat banyak pertentangan dari sesama pegiat lingkungan. Namun, dirinya meyakinkan dan memastikan bahwa pilihan untuk mendorong perubahan kawasan menjadi Taman Nasional adalah pilihan yang sangat rasional, karena di sana ada masyarakat adat Papua yang hidup, yang seharusnya memiliki akses untuk mengelola potensi yang ada.(abe)